Isu-isu Penggunaan TIK

Isu-isu Penggunaan TIK

Sumber : Blog Hukum

Isu Isu Penggunaan TIK

Beberapa isu yang muncul dalam penggunaan TIK di jagat raya ini, diantaranya: Broadband, Consumer, Rotection, Cultural diversity, Cybercrime, Digital copyright, Digital divide, Dispute, Resolution, Domain names, E-Banking/E-Finance, E-Contracting, E-Taxation, Electronic ID, Free Speech/Public Moral, IP based Networks/IPv6, Market Access, Money Laundering, Network Security, Privacy, Standard Setting, Spam dan Wireless. Namun karena berbagai keterbatasan maka tidak semua isu akan dibahas dalam makalah ini
a) Cybercrimes
Cybercrimes adalah istilah yang digunakan dalam kejahatan maya atau kejahatan melalui jaringan internet sedunia.
1. Karakteristik Cybercrimes, diantaranya:
· Perbuatan yang dilakukan secara ilegal, tanpa hak atau tidak etis tersebut terjadi di ruang/wilayah maya (cyberspace) sehingga tidak dapat dipastikan yurisdiksi hukurn negara mana yang berlaku terhadapnya.
· Perbuatan tersebut dilakukan dengan menggunakan peralatan apapun yang bisa terhubung dengan internet.
· Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian materil maupun immaterial (waktu, nilai, jasa, uang, barang, harga diri, martabat, kerahasiaan informasi) yang cenderung lebih besar dibandingkan kejahatan konvensional.
· Pelakunya adalah orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya.
· Perbuatan tersebut seringkali dilakukan secara transnasional melintasi batas negara.
2. Ancaman terhadap keamanan
· Ancaman datang dari Internet dan internal networks, dalam proporsi yang berbeda. 80 – 95% ancaman datang dari internal
· Sifat hakiki internet merupakan surnber utama mudahnya serangan, open network, focus pada interoperability, bukan security.
· Lack of technical standards: IETF, RFC, S-HTTP, SSL vs PCT, STT vs Secure Electronic Payment Protocol (SEPP)
· Corporate network, internet server, data transmission, service availability (DDOS), repudiation.
3. Penyalahgunaan internet, diantaranya:
· Password dicuri, account ditiru/dipalsukan
· Jalur komunikasi disadap, rahasia perusahaan terbuka
· Sistem computer disusupi, system informasi dibajak
· Network dibanjiri trafik, menyebabkan crash
· Situs dirusak (cracked)
· Spamming
· Virus
4. Legal Exposures, diantaranya:
· Hak atas kekayaan intelektual disalahgunakan (dicuri/dicopy)
· Copyright dan paten dilanggar
· Pelanggaran pengawasan ekspor teknologi (di USA)
· Dokumen rahasia dipublikasikan via bulletin boards
· Adult pornography, child pornography, dan obscenity
5. Finansial dan E-Commerce Exposures
· Data keuangan diubah
· Dana perusahaan “digelapkan”
· Pemalsuan uang
· Money laundering
· Seseorang menggunakan atribut orang lain untuk bertransaksi bisnis
6. Penanggulangan Cybercrims
· Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukurn acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut
· Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
· Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime
· Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi
· Meningkatkan kerjasarna antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties
b) Privasi
TIK yang dapat menhantarkan dunia yang tidak bisa dibatasi oleh ruang dan waktu dapat menimbulkan masalah bagi privasi seseorang atau lembaga. Diantara aspek privasi dalam TIK adalah:
1. Privasi
· Keleluasaan pribadi, data/atribut pribadi
· Persoalan yang menjadi perhatian
– Informasi personal apa saja yang dapat diberikan kepada orang lain
– Apakah pesan informasi pribadi yang dipertukarkan tidak dilihat oleh pihak lain yang tidak berhak
– Apakah dan bagaimana dengan pengiriman informasi pribadi yang anonim
· Implikasi social
– Gangguan spamming/junk mail, stalking, dlsb yang mengganggu kenyamanan
– Cookies
2. Perlindungan Privasi Universal
· Penyebaran informasi pribadi perlu dibatasi menurut tujuan penggunaannya dan harus diperoleh dari sumber yang sah, berisikan data yang akurat, dilindungi dengan baik dan secara transparan
· Informasi pribadi tidak boleh untuk bisnis selain dari tujuan semula perolehannya
· Dalam memperoleh informasi pribadi, pengguna untuk tujuan bisnis harus memberitahukan kepada pemilik data tentang tujuan penggunaannya.
· Pengguna informasi untuk tujuan bisnis harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi data pribadi dan melakukan pengawasan yang memadai atas petugas yang memegang data pribadi.
3. Lingkup Perlindungan Privasi di Cyberspace
· Pengumpulan ( Collecting)
· Pemanfaatan (Use )
· Maksud pemanfaatan ( Purpose)
· Kepada siapa informasi dipertukarkan (Whom share)
· Perlindungan data ( Protection of data)
· Pengiriman melalui e-mail (sending via e-mail)
· Cookies
c) Hak Kekayaan Intelektual
Hak kekayaan intelektual = hak atas sesuatu “benda” yang berasal dari otak. Pasal 499 KUH Perdata: “menurut undang-undang yang dimaksud dengan benda ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.” Dalam pasal ini dan sesuai dengan uraian dalam pasal 503 KUH Perdata: yang dimaksud dengan barang adalah benda yang bertubuh (materiil) dan hak adalah benda yang tak bertubuh yang berupa hak antara lain, hak tagih, hak atas bunga uang, hak sewa, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak atas benda berupa jaminan, hak atas kekayaan intelektual dlsb.
Konsekuensi dari batasan hak atas kekayaan intelektual (HAKI) ini adalah, terpisahnya antara hak atas kekayaan intelektual itu dengan hasil materil yang menjadi bentuk jelmaannya. Yang dilindungi daam kerangka hak atas kekayaan intelektual adalah haknya, bukan invensi dari hak tersebut.
1. Pengelompokan HAKI
· Hak cipta ( Copy Right )
– Hak milik
– Hak yang berkaitan dengan hak cipta (neighboring right)
· Hak milik perindustrian
(Industrial Property)
– Paten
– Model dan rancang bangun (utility models )
– Desain industry (industrial design )
– Merek dagang ( trade mark )
– Nama dagang (trade name )
– Sumber tanda atau sebutan asal ( Indication of source pr appleation of origin )
– Nama jasa (service mark)
– Unfair competitioan protection
– Perlindungan varietas baru tanaman
– Rangkaian elektronik terpadu ( integrated circuits )
2. Undang Undang HAKI
· UU RI No 29 tahun 2000 tentang Perlindungan varietas baru tanaman
· UU RI No 30 tahun 2000 tentang Rahasia dagang
· UU RI No 31 tahun 2000 tentang Desain industry
· UU RI No 32 tahun 2000 tentang Desain tata letak sirkuit terpadu
· UU RI No 14 tahun 2001 tentang Paten
· UU RI No 15 tahun 2001 tentang Merk
· UU RI No 19 tahun 2001 tentang Hak Cipta
C. Kerangka Hukum TIK
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi saat ini memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Dampak negatif yang serius karena berkembangnya teknologi informasi terutama teknologi internet harus segera ditangani dan ditanggulangi dengan segala perangkat yang mungkin termasuk perangkat perundangan yang bisa mengendalikan kejahatan dibidang teknologi informasi. Sudah saatnya bahwa hukum yang ada harus bisa mengatasi penyimpangan penggunaan perangkat teknologi informasi sebagai alat bantunya, terutama kejahatan di internet (cybercrime ) dengan menerapkan hukum siber (cyberlaw).
1. Pendapat tentang Cyberlaw
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia maya, yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah “ruang dan waktu”. Sementara itu, Internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini. Contoh permasalahan yang berhubungan dengan hilangnya ruang dan waktu yaitu, seorang penjahat komputer (cracker) yang berkebangsaan Indonesia, berada di Australia, mengobrak-abrik server di Amerika, yang ditempati (hosting) sebuah perusahaan Inggris. Hukum mana yang akan dipakai untuk mengadili kejahatan cracker tersebut? Contoh kasus yang mungkin berhubungan adalah adanya hacker Indonesia yang tertangkap di Singapura karena melakukan cracking terhadap sebuah server perusahaan di Singapura. Dia diadili dengan hukum Singapura karena kebetulan semuanya berada di Singapura.
Perkembangan teknologi komunikasi dan komputer sudah demikian pesatnya sehingga mengubah pola dan dasar bisnis. Untuk itu cyberlaw ini sebaiknya dibahas oleh orang-orang dari berbagai latar belakang (akademisi, pakar TekInfo, teknis, hukum, bisinis, dan pemerintah). Munculnya kejahatan di Internet pada awalnya banyak menimbulkan pro-kontra terhadap penerapan hukum yang harus dilakukan. Hal ini dikarenakan saat itu sulit untuk menjerat hukum para pelakunya karena beberapa alasan. Alasan yang menjadi kendala seperti sifat kejahatannya bersifat maya, lintas negara dan sulitnya menemukan pembuktian.
Akan tetapi semua orang sependapat (kesepakan universal) bahwa segala bentuk kejahatan harus dikenai sanksi hukum, menurut kadar atau jenis kejahatannya. Begitu juga kejahatan TI apapun bentuknya tergolong tindakan kejahatan yang harus dihukum. Pertanyaan yang sering diajukan adalah apakah perundangan di Indonesia sudah mengatur masalah tersebut ? Wigrantoro dalam naskah akademik tentang RUU bidang TI menyebutkan terdapat dua kelompok pendapat dalam menjawab pertanyaan ini:
· Kelompok pertama berpendapat bahwa hingga saat ini belum ada perundangan yang mengatur masalah kriminalitas penggunaan TI (cybercrime) dan oleh karena itu jika terjadi tindakan kriminal di dunia maya sulit bagi aparat penegak hukum untuk menghukum pelakunya. Pendapat ini diperkuat dari kenyataan bahwa banyak kasus kriminal yang berkaitan dengan dunia maya tidak dapat diselesaikan oleh sistem peradilan dengan tuntas karen aparat menghadapi kesulitan dalam melakukan penyidikan dan mencari pasal-pasal hukum yang dapat digunakan sebagai landasan tunuttan di pengadilan.
· Kelompok kedua beranggapan bahwa tidak ada kekosongan hukum, oleh karenanya meski belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur masalah cybercrime, namun demikian para penegak hukum dapat menggunakan ketentuan hukum yang sudah ada. Untuk melaksanakannya diperlukan keberanian hakim menggali dari undang-undang yang ada dan membuat ketetapan hukum (yurisprudensi) sebagai landasan keputusan pengadilan. Kelompok ini berpendapat bahwa mengingat lamanya proses penyiapan suatu undang-undang, sementara demi keadilan, penanganan tindakan kejahatan TI tidak dapat ditunda, maka akan lebih baik kiranya jika digali ketentuan hukum yang ada dan dianalisis apakah ketentuan hukum tersebut dapat digunakan sebagai landasan tuntutan dalam kejahatan TI.
Pendapat dua kelompok di atas mendorong diajukannya tiga alternatif pendekatan dalam penyediaan perundang-undangan yang mengatur masalah kriminalitas TIK yaitu,
· Alternatif Pertama, adalah dibuat undang-undang khusus yang mengatur masalah tindak pidana di bidang TI. Undang-undang ini bersifat lex specialist yang khusus mengatur masalah pidana pelanggaran pemanfaatan TI, baik yang tergolong kajahatan konvensional menggunakan komputer sebagai alat, maupun kejahatan jenis baru yang muncul setelah adanya Internet dan menjadikan TI sebagai sarana kejahatan.
· Alternatif kedua, memasukkan materi kejahatan TI ke dalam amandemen KUHP yang digodok oleh tim Dept Kehakiman dan HAM. Sebagai mana diketahui KUHP belum mencakup jenis-jenis kejahatan TI khususnya di dunia maya.
· Alternatif ketiga, melakukan amandemen terhadap semua undang-undang yang diperkirakan akan berhubungan dengan pemanfaatn TI seperti misalnya UU perpajakan, perbankan, asuransi, kesehatan, pendidikan nasional dll. Amandemen terhadap berbagai UU ini untuk menyesuaikan kemungkinan adanya pelanggaran terhadap klausa yang tergolong pidana.
Sekarang ini negara kita sudah memiliki Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang merupakan salah satu perangkat hukum untuk mengatur pemanfaatan TI dan Undang-undang Tindak Pidana di Bidang Teknologi Informasi (UU TIPITI).
2. Implementasi Hukum TIK di Indonesia
Undang – Undang Tindak Pidana di Bidang Teknologi Informasi (UU-TIPITI) dibuat dengan tujuan untuk mendukung ketertiban pemanfaatan Teknologi Informasi yang digunakan oleh orang berkewarganegaraan Indonesia, dan atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia, orang asing, atau badan hukum asing yang melakukan kegiatan atau transaksi dengan orang, atau badan hukum yang lahir dan berkedudukan di Indonesia, dengan tetap menjunjung tinggi hukum Indonesia dan hak asasi manusia, tidak diskriminatif baik berdasarkan suku, agama, ras maupun antar golongan.
3. Pembuktian Cybercrime
Alat bukti yang bisa digunakan dalam penyidikan selain alat bukti yang sudah diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana, catatan elektronik yang tersimpan dalam sistem komputer merupakan alat bukti yang sah. Catatan elektronik tersebut yang akan dijadikan alat bukti sah di pengadilan wajib dikumpulkan oleh penyidik dengan mengikuti prosedur sesuai ketentuan yang berlaku. Selain catatan elektronik, maka dapat digunakan sebagai alat bukti meliputi :
· Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik atau yang serupa dengan itu.
· Data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada :
– Tulisan, suara atau gambar;
– Peta, rancangan, foto atau sejenisnya;
– Huruf, tanda, angka, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya;
– Alat bukti elektronik, khususnya yang berwujud perangkat lunak diperoleh dengan cara penggandaan dari lokasi asalnya
A. Kesimpulan
Etika dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi ialah sekumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, tata cara (adat, sopan santun) nilai mengenai benar dan salah, tentang hak dan kewajiban tentang TIK yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat. Agar penggunaan TIK sesuai bidang profesi yang dilakoni dan tidak melanggar kode etik yang ada. Sehinggah dampak negative dari penggunaan TIK dalam masyarakt berkurang atau bahkan tidak ada.
Kerangka hukum TIK berhubungan dengan batasan yang mana bisa di lakukan di dunia TIK dan mana yang tidak. Agar tidak melanggar etika yang sudah ada sebeumnya dalam penggunaan TIK. Selain itu juga, kerangka hukum memberi tindakan peringatan atau hukuman yang melakukan perlawanan dari aturan TIK. Sehinggah tidak ada pihak yang dirugikan dalam ruang lingkup TIK.
Analisis:
            Banyak sekal hal-hal kejahatan yang dilakukan di jagat raya dengnan menggunakan teknolog infomasi yang semakin maju. Berbaga macam nama yang muncul yang pada intinya adalah satu kejahatan yang dilakukan secara ilegal. Saya mengambil contoh “Cybercrime” . Cybercrme merupakan pebuatan yang dilakukan secara ilegal, yang tidak etis dilakukan. Penggunaan hal ini dilakukan dengan menggunakan pealatan apapun yang terhubung dengan internet . pebuatan tersebut mengakbatkan keugian mateiil maupun  immaterial (waktu, nilai, jasa, uang, barang, harga diri, martabat, kerahasiaan infomasi) yang cendeung lebih besa dibandingkan kejahatan konvensional. Dan pebuatan tersebut seringkali dilakukan secara transnasional melintasi batas negara.
            Pemanfaatan Teknologi Infomasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peadaban, manusia secara global, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan peubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan belangsung demikian cepat. Teknologi informasi saat ini memberikan kontibusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
            Banyak yang beranggapan bahwa hingga saat ini belum ada perundangan yang mengatur masalah kriminalitas penggunaan TI (cybercrime) dan oleh karena itu jika terjadi tindakan kriminal di dunia maya sulit bagi aparat penegak hukum untuk menghukum pelakunya. Pendapat ini diperkuat dari kenyataan bahwa banyak kasus kriminal yang berkaitan dengan dunia maya tidak dapat diselesaikan oleh sistem peradilan dengan tuntas karen aparat menghadapi kesulitan dalam melakukan penyidikan dan mencari pasal-pasal hukum yang dapat digunakan sebagai landasan tunuttan di pengadilan. tidak ada kekosongan hukum, oleh karenanya meski belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur masalah cybercrime, namun demikian para penegak hukum dapat menggunakan ketentuan hukum yang sudah ada. Untuk melaksanakannya diperlukan keberanian hakim menggali dari undang-undang yang ada dan membuat ketetapan hukum (yurisprudensi) sebagai landasan keputusan pengadilan. Kelompok ini berpendapat bahwa mengingat lamanya proses penyiapan suatu undang-undang, sementara demi keadilan, penanganan tindakan kejahatan TI tidak dapat ditunda, maka akan lebih baik kiranya jika digali ketentuan hukum yang ada dan dianalisis apakah ketentuan hukum tersebut dapat digunakan sebagai landasan tuntutan dalam kejahatan TI.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

General Principles of Law (Prinsip-Prinsip Hukum Umum)

SUMBER HUKUM